Rabu, 04 Januari 2012

Jenis-Jenis Syirik Kecil



Jenis Jenis Syirik Kecil
            Syirik kecil mempunyai banyak jenis, namun dapat diringkas sebagai berikut :
1.      Syirik Zhahir (nyata)
Yaitu syirik kecil yang dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama selain Allah, termasuk pula ucapan, “kalau bukan karena Allah dan karena si fulan.” Yang benar adalah hendaknya diucapkan “atas kehendak Allah” kemudian kehendak si fulan diucapkan “kalau bukan karena Allah kemudian karena si fulan”.

Adapun yang berbentuk perbuatan adalah seperti memakai kalung atau benang sebagai pengusir atau penangkal mara bahaya, atau menggantungkan tamimah karena takut kena ‘ain (mata) atau perbuatan lainnya, jika ia berkeyakinan bahwa perbuatannya tersebut merupakan sebab-sebab pengusir atau penangkal mara bahaya, maka ia termasuk syirik kecil.
2.      Syirik Khafi (tersembunyi)
Yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti riya’ (ingin dipuji orang) dan sum’ah (ingin didengar orang). Seperti melakukan suatu amal tertentu untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi ia ingin mendapatkan pujian manusia, misalnya dengan membaikkan shalatnya atau bersedekah agar dipuji dan disanjung karenanya, atau ia melafazkan dzikir dan memperindah suaranya dalam bacaan (Al-Qur’an) agar didengar orang lain, sehingga mereka menyanjung atau memujinya. Jika riya’ itu mencampuri (niat) suatu amal, maka amal itu menjadi tertolak. Karena itu, ikhlas dalam beramal adalah sesuatu yang niscaya. Termasuk di dalamnya adalah motivasi amal untuk kepentingan duniawi, seperti orang yang menunaikan haji atau berhijad untuk mendapatkan harta benda.[1]
3.      Qauly (perkataan)
Yaitu syirik yang diucapkan dengan lisan, seperti bersumpah dengan selain Allah, mengucapkan :”Apa yang dikehendaki Allah dan aku, “Hakim segala Hakim”, mengucapkan penghambaan kepada selain Allah seperti : “Abdun Nabiy “ (hamba nabi). “Abdur Rasul” (hamba Rasul).
4.      Fi’liy (perbuatan).
Seperti riya (senang dilihat), sum’ah (senang didengar), dan mengharapkan dunia dalam berbagai amalnya.
Setiap jenis syirik kecil dapat berubah menjadi syirik besar jika disertai dengan keyakinan hati, yaitu mengagungkan selain Allah dengan pengagungan yang sama kepada Allah, atau syirik kecil melandasi amalnya atau mendominasinya.
      Yang pertama misalnya dengan bersumpah kepada selain Allah dengan tingkat pengagungan yang sama dengan pengagungan kepada Allah. Yang kedua misalnya ketika riya melandasi awal perbuatan atau mendominasinya atau tujuan duniawinya dalam amal terlalu dominan dimana ia sebenarnya tidak mengharap keridhaan Allah. Maka, amal dalam kriteri terakhir ini terbagi menjadi  4 macam yaitu :
·         Bila tujuan amalnya adalah balasan duniawi seperti pemeliharaan, pengembangan dan penambahan balasan, tanpa harapan sama sekali kepada akhirat. Pelaku jenis ini akan diberi balasan amalnya di dunia dan tdak akan memperoleh balasan apa-apa diakhirat. Ini termasuk syirik besar.
·         Bila tujuan amalnya adalah manusia dan tidak mengharap keridhaan Allah dan pahala-Nya atau menghindari siksaan-Nya. Inilah yang dimaksud riya dengan perbuatan dan sum’ah dengan perkataan. Dia digolongkan kedalam syirik kecil jika belum menjadidasar iman atau belum dominan dalam amal. Tapi jika berubah menjadi demikian, maka dia digolongkan kedalam syirik besar.
·         Jika tujuan amal salehnya adalah harta. Misalnya, naik haji untuk memperoleh harta, atau mendapatkan isteri, atau berjihad untuk memperoleh harta rampasan, atau menghapal Al-Qur’an untuk ditugaskan sebagai imam mesjid dan semacamnya. Ini termasuk syirik kecil.
·         Bila ia melaksanakan amal saleh dengan ikhlas tapi kemudian amal itu ia melakukan perbuatan yang menyebabkan kafir besar sebagai mana firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Allah hanya menerima amal orang-orang yang bertaqwa. “(Al-Maidah:27)
Maka amal orang ini sama sekali tidak bermanfaat baginya karena dia telah kafir. Jadi, sebab rusaknya amal adalah adanya lawan iman dan tauhid, yaitu kekafiran dan syirik yang besar. Padahal amal adalah rukun iman dan tauhid, sehingga tak ada iman dan tauhid tanpa amal yang dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW.[2]


Riddah , Macam-macam dan Hukumnya
          Riddah, Macam-macam dan Hukumya
Secara bahasa, riddah artinya kembali. Dan menurut istilah syara’ riddah berarti kufur setelah
  islam, Allah berfirman yang artinya:
“Barang siapa murtad diantara kamu dari agamanya lalu dia mati dalam kekafiran maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni Neraka, mereka kekal didalamnya.”(Al-Baqarah:217).
Macam-macam riddah ada empat, yaitu :
1.      Riddah dengan ucapan
Seperti mencaci Allah atau Rasul-Nya SAW atau malaikat-malaikat-Nya atau salah seorang dari rasul-Nya. Atau mengaku mengetahui ilmu gaib atau mengaku nabi atau membenarkan orang yang mengaku sebagai nabi. Atau berdoa kepada selain Allah atau memohon pertolongan kepadanya sesutu yang tidak kuasa dilakukan kecuali oleh Alla atau berlindung kepadanya dalam hal yang juga tidak kuasa dilakukan kecuali oleh Allh.
2.      Riddah dengan perbuatan
Seperti sujud kepada patung, pohon, batu, kuburan dan memberikan sembelihan untuknya. Ternasuk juga membuang mushaf Al-Qur’an di tempat-tempat yang kotor, melakukan sihir,mempelajari dan mengajarkannya serta memutuskan hukum dengan selain apa yang diturunkan Allah dan meyakini kebolehannya.
3.      Riddah dengan i’tiqad (kepercayaan)
Seperti kepercayaan adanya sekutu bagi Allah atau kepercayaan bahwa zina, khamar dan riba adalah halal, shalat adalah tidak wajib atau hal semisalnya yang telah disepakati kehalalan, keharaman atau wajibnya secara ijma’ (konsensus) yang pasti, yang tak seorang pun tidak mengetahuinya
4.      Riddah dengan keraguan tentang sesuatu sebagaimana yang disebutkan diatas
Seperti ragu tentang diharamkannya syirik atau diharamkannya zina atau khamar, ragu terhadap risalah Nabi Muhammad SAW atau risalah Nabi-nabi selainnya, ragu tentang kebenarannya, dan ragu tentang agama islam atau ragu tentang kesesuaiannya dengan zaman sekarang.
Konsekuensi Hukum Setelah Terjadinya Riddah
1)      Yang bersangkutan diminta untuk bertaubat. Jika ia bertaubat dan kembali kepada islam dalam masa tiga hari, maka taubatnya diterima kemudian ia dibiarkan (tidak dibunuh).
2)      Jika ia tidak mau bertaubat maka ia wajib dibunuh.
3)      Di larang membelanjakan hartanya saat ia dalam masa diminta untuk bertaubat, jika ia masuk islam kembali maka harta itu miliknya, jika tidak maka harta itu menjadi fa’i (rampasan) Baitul Mal sejak ia dibunuh atau mati karena riddah.
4)      Terputusnya hak waris mewarisi antara dirinya dengan keluarga dekatnya, ia tidak mewarisi harta mereka dan mereka tidak mewarisi hartanya.
5)      Jika ia mati atau dibunuh dalam keadaan riddah maka ia tidak dimandikan, tidak dishalatkan dan tidak dikubur di kuburan umat Islam. Sebaliknya ia dikubur di kuburan orang-orang kafir atau dipendam di dalam tanah, di mana saja, selain di kuburan umat Islam.


[1] Shalih bin Fauzan, kitab Tauhid 3, Yayasan Al-Sofwa, Jakarta:2000 ( hal: 10-13)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar